Monday, July 27, 2015

Bank Majapahit Effendi Ongko dan Tommy Winata

BANKIR tua itu tiba-tiba muncul lagi. Effendi Ongko, mantan komisaris utama Bank Umum Majapahit Jaya, rupanya menyimpan kesumat. Yang dituju jelas: Tommy Winata. Sembilan tahun silam, menurut Effendi, taipan muda itu telah "merampoknya". Ia bahkan mengaku pernah diculik dan dianiaya aparat atas "pesanan" Tommy.

Alkisah, cerita berawal dari penerbitan warkat deposito palsu BUMJ senilai Rp 35 miliar. Itu adalah jaminan utang kepada Bank Artha Graha (BAG) dan BCA. Di antaranya, Rp 16,9 miliar diterima BAG milik Tommy. Yang menerbitkan adalah Lody Djunaedi, menantunya sendiri, yang menjabat kepala cabang BUMJ Surabaya. Menurut Effendi, ulah itu berlangsung tanpa diketahuinya.

Pat gulipat itu terjadi pada 1990. Saat itulah bank kecil ini pingsan dicekik kredit macet Rp 179 miliar, antara lain utang (call money) Rp 66,4 miliar ke 38 bank lain (salah satunya Bank Lippo). Karena tak kunjung siuman, BUMJ ditebas pemerintah pada November 1997 silam.

Singkat kata, setelah disiksa aparat, pada 21 Desember 1990 Effendi bersama istrinya dipaksa menyerahkan pertokoan Wijaya Center Surabaya dan sejumlah aset lain miliknya-yang dikuasai PT Kranggan-kepada Tommy, Suryo Pranoto (BCA), Lili Soemantri (Bank Continental), dan Husein Susilo Tjioe. Akta jual beli fiktif pun diteken di hadapan Notaris Machmudah Rijanto, tengah malam buta, pukul 23.50. Isinya, menurut Effendi, seolah-olah ia melakukan transaksi sejumlah Rp 35 miliar. "Awalnya saya menolak, tapi karena diancam saya terpaksa menekennya," katanya.

Ada soal lain yang digugat Effendi dari perjanjian itu. Pertama, di perjanjian itu Tommy tidak bertindak atas nama BAG. Padahal, yang dipersoalkan adalah utang-piutang antara BAG dan BUMJ. Lalu, menurut taksiran Vigers Indonesia, total nilai aset PT Kranggan adalah Rp 50 miliar, jauh melebihi nilai warkat deposito palsu itu. Effendi lalu menuntut Tommy mengembalikan kelebihannya. Berikutnya, PT Kranggan tidak memiliki kaitan hukum apa pun dengan BUMJ.

Tommy membantah tudingan itu. Menurut dia, kesepakatan itu hasil perundingan kedua belah pihak. Negosiasi berlangsung lama hingga baru diteken larut malam. "Perundingan Indonesia dengan IMF saja diteken pukul tiga pagi," katanya lagi. Tommy balik mempertanyakan reputasi bisnis Effendi. "Bukankah namanya pernah terlibat tindakan kriminal tahun 70-an?" Menurut sebuah sumber, kasus yang dimaksud adalah peredaran uang dan emas palsu. Saat dikonfirmasi, Effendi menyangkalnya.

Yang menarik, Kepala Hukum Kodam Jaya, melalui surat tertanggal 26 Juli 1994, tersirat mengaku pernah "mengamankan" Effendi. Bunyinya, "Penanganan kasus Sdr. Effendy Ongko... telah merugikan Yayasan TNI AD, sehingga Kodam Jaya berkewajiban menyelesaikan permasalahan itu."

Pengaruh Tommy saat itu memang luar biasa. Menurut Effendi, bos Grup Artha Graha itu selalu bilang, "Yang dirugikan adalah Yayasan Kartika Eka Paksi." Effendi juga telah mengadu ke mana-mana. Tak satu pun yang ditindaklanjuti serius. Ia, misalnya, pernah berkirim surat ke Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan saat itu, Sudomo. Melalui surat tanggal 27 Maret 1992, Sudomo hanya sanggup menyarankannya berunding dengan Tommy dan mengadukan penganiayaan itu ke kepolisian. 
 
Tags: #TommyWinata #TomyWinata #TomiWinata

No comments:

Post a Comment