Menteri Susi Pudjiastuti dan sejumlah kamera
miliknya usai melakukan sesi pemotretan bersama TEMPO di kediamannya,
Komplek Menteri Widya Chandra V No.26, Jakarta, 14 Februari 2015.
TEMPO/Dhemas Reviyanto
Seorang staf Kedutaan Besar Republik Indonesia di Beijing, yang menolak disebutkan namanya, mengatakan, kedatangan tim khusus dari Cina itu tanpa koordinasi dengan KBRI di Beijing dan Kementerian Luar Negeri Indonesia. “Itu sebabnya Menteri Susi menolak bertemu dengan tim dari Tiongkok tersebut,” kata dia.
Selain membicarakan soal penangkapan kapal ikan, mereka juga ingin membahas lebih rinci mengenai moratorium yang diberlakukan oleh Menteri Susi sejak awal November lalu. Sebab, moratorium perizinan kapal eks asing itu memutus kontrak kerjasama di bidang perikanan dan kelautan yang ditandatangani Presiden Cina Xi Jinping dan Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono pada Oktober 2013.
Pemerintah Cina mengirim tim khusus untuk menemui Susi karena tidak puas dengan jawaban yang diberikan oleh KBRI di Beijing. Melalui Duta Besar KBRI di Beijing Sugeng Rahardjo, Kementerian Luar Negeri Cina meminta diberi akses kepada 78 anak buah kapal asal Tiongkok yang ditangkap bersama kapal Sino dan MV Hai Fa. Pemerintah Cina juga berharap kapal yang ditangkap bisa ditebus dengan membayar denda. Kepada pemerintah Cina, Sugeng mengatakan, “Kapal-kapal yang ditangkap akan diproses sesuai dengan mekanisme dan aturan hukum di Indonesia,” kata sumber yang mengikuti pertemuan itu.
Tak mau datang ke Jakarta dengan tangan hampa, enam orang utusan pemerintah Cina tersebut kemudian menemui Tomy Winata di Hotel Borobudur, Jakarta. Menurut Susi, mereka bermaksud meminta bantuan bos Artha Graha itu agar bisa dipertemukan dengan dirinya, sekaligus melobi agar kapal-kapal yang ditangkap tidak ditenggelamkan. Tapi upaya mereka mentok di tengah jalan. “Saya justru mendukung sepenuhnya kebijakan Menteri Susi,” kata Tomy kepada Tempo.
Setelah dua hari berada di Jakarta, enam orang perwakilan Kementerian Pertanian Cina, yang juga mewakili sektor perikanan dan kelautan, itu akhirnya kembali ke Tiongkok. Susi sendiri mengatakan, dirinya tak akan puas sebelum kapal MV Hai Fa ditenggelamkan di Samudera Indonesia.
Kapal MV Hai Fa ditangkap pemerintah di perairan Wanam, Kabupaten Merauke, akhir Desember lalu. Menurut Susi, kapal berbobot 4.306 gross tonnage ini merupakan kapal ilegal terbesar dalam sejarah yang pernah ditangkap di laut Indonesia. Saat ditangkap, kapal ini mengangkut 80 ton ikan beku, 800 ton udang beku, dan 66 ton ikan hiu martil dan hiu koboi. Seluruh awak kapal di kapal penampung ikan berbendera Indonesia ini merupakan warga negara Tiongkok.
Kapal ini dicurigai terlibat persekongkolan untuk mengekspor ikan secara ilegal melalui kerjasama antara PT Antarticha Segara Lines, pemilik kapal, dengan PT Avona Mina Lestari di Avona, pemilik ikan, dan PT Dwikarya Reksa Abadi di Wanam yang mengajukan rencana ekspor. Seluruh muatan kapal rencananya akan dikirim ke Cina.
Adapun delapan kapal Sino ditangkap awal Oktober lalu. Saat itu, Stasiun Pengawasan Tual memergoki PT Maritim Timur Jaya, perusahaan milik Tomy Winata, menampung ikan hasil tangkapan delapan armada PT Sino Indonesia Sunlida Fishing. Padahal, pangkalan Sino ada di Merauke dan peraturan melarang kapal ikan membongkar muatan di luar pangkalannya.
TIM INVESTIGASI TEMPO
Tags: #TommyWinata #TomyWinata #TomiWinata
No comments:
Post a Comment