Friday, August 28, 2015

Kejagung: Penyidikan Kasus VSI Jalan Terus

Kejaksaan Agung memastikan, pengusutan kasus korupsi penjualan hak tagih Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yang diduga melibatkan PT Victoria Securities Indonesia (PT VSI), terus berjalan. "Kenapa tidak? Kenapa tidak? Meskipun ada komentar macam-macam, kita jalan terus. Prinsipnya, kita dalam sesuatu, kita sesuai yang terbaik," tegas Jaksa Agung H Muhammad Prasetyo, di Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat (28/8).

Namun demikian, lanjut jaksa agung yang merupakan mantan politisi Partai Nasional Demokrat (NasDem) ini, penyidik dari Tim Satuan Tugas Khusus Penanganan dan Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Korupsi (Satgasus P3TPK) belum menetapkan tersangka dalam kasus ini.

"Masih jalan terus," kata Prasetyo menjawab pertanyaan wartawan, apakah penyidik sudah mengantongi calon tersangka atau sudah menetapkan tersangka dalam kasus ini.

Sedangkan soal penggeledahan kantor PT VSI yang dipermasalahkan manajemen karena dituding melanggar hukum, Kejaksaan Agung memastikan, bahwa perusahaan ini dan PT Victoria Investama (VI), terapiliasi dengan Victoria Securities Internasional Corporation (VSIC).

Maksud terafiliasi, yakni VSIC merupakan pemilik PT VI dan PT VSI dengan inisial AI. Dengan demikian, penggeledahan terhadap kantor VSI dan VI bukan kekeliruan ataupun tindakan gegabah.

Kasus ini berawal saat PT Adistra Utama (AU) meminjam dana sejumlah Rp 469 milyar ke Bank Tabungan Negara (BTN) untuk membangun perumahan di Karawang, Jawa Barat, seluas 1.200 hektare sekitar akhir tahun 1990.

Dua tahun sebelumnya, yakni 1998 terjadi krisis moneter, sehingga BTN masuk program penyehatan di Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). BPPN kemudian melelang aset-aset tertunggak untuk mengembalilkan dana penyehatan yang telah dikeluarkan.

VSIC kemudian membeli aset PT AU dengan harga relatif murah, yakni sekitar Rp 26 milyar. Namun dalam perjalanan waktu, PT AU ingin menebus kembali aset tersebut dengan nilai Rp 26 milyar. VSIC menolak tawaran tersebut dan mematok harga Rp 2,1 trilyun.

Karena tidak kesampaian, kemudian manajemen PT AU melapor atas dugaan konspirasi yang merugikan keuangan negara ke Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. Tiga bulan lalu, Kejaksaan Agung mengambilalih kasus ini dan meningkatkan perkaranya ke tingkat penyidikan.

Meski sudah mengeluarkan surat perintah penyidikan (sprindik), Kejaksaan Agung belum menetapkan tersangka, karena masih megembangkan perkara ini dan menemukan pihak yang harus bertanggung jawab dan layak ditetapkan sebagai tersangka.

Kasus tersebut dilaporkan pihak Group Artha Graha karena Tomy Winata tidak suka dengan menteri perdagangan yang baru Thomas Lembong, karena PT. VSI adalah perusahaan miliknya.

No comments:

Post a Comment