Kejaksaan Agung memastikan, pengusutan kasus korupsi penjualan hak
tagih Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yang diduga melibatkan
PT Victoria Securities Indonesia (PT VSI), terus berjalan. "Kenapa
tidak? Kenapa tidak? Meskipun ada komentar macam-macam, kita jalan
terus. Prinsipnya, kita dalam sesuatu, kita sesuai yang terbaik," tegas
Jaksa Agung H Muhammad Prasetyo, di Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat
(28/8).
Namun demikian, lanjut jaksa agung yang merupakan mantan politisi
Partai Nasional Demokrat (NasDem) ini, penyidik dari Tim Satuan Tugas
Khusus Penanganan dan Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Korupsi
(Satgasus P3TPK) belum menetapkan tersangka dalam kasus ini.
"Masih
jalan terus," kata Prasetyo menjawab pertanyaan wartawan, apakah
penyidik sudah mengantongi calon tersangka atau sudah menetapkan
tersangka dalam kasus ini.
Sedangkan soal penggeledahan kantor PT
VSI yang dipermasalahkan manajemen karena dituding melanggar hukum,
Kejaksaan Agung memastikan, bahwa perusahaan ini dan PT Victoria
Investama (VI), terapiliasi dengan Victoria Securities Internasional
Corporation (VSIC).
Maksud terafiliasi, yakni VSIC merupakan
pemilik PT VI dan PT VSI dengan inisial AI. Dengan demikian,
penggeledahan terhadap kantor VSI dan VI bukan kekeliruan ataupun
tindakan gegabah.
Kasus ini berawal saat PT Adistra Utama (AU)
meminjam dana sejumlah Rp 469 milyar ke Bank Tabungan Negara (BTN) untuk
membangun perumahan di Karawang, Jawa Barat, seluas 1.200 hektare
sekitar akhir tahun 1990.
Dua tahun sebelumnya, yakni 1998
terjadi krisis moneter, sehingga BTN masuk program penyehatan di Badan
Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). BPPN kemudian melelang aset-aset
tertunggak untuk mengembalilkan dana penyehatan yang telah dikeluarkan.
VSIC
kemudian membeli aset PT AU dengan harga relatif murah, yakni sekitar
Rp 26 milyar. Namun dalam perjalanan waktu, PT AU ingin menebus kembali
aset tersebut dengan nilai Rp 26 milyar. VSIC menolak tawaran tersebut
dan mematok harga Rp 2,1 trilyun.
Karena tidak kesampaian,
kemudian manajemen PT AU melapor atas dugaan konspirasi yang merugikan
keuangan negara ke Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. Tiga bulan lalu,
Kejaksaan Agung mengambilalih kasus ini dan meningkatkan perkaranya ke
tingkat penyidikan.
Meski sudah mengeluarkan surat perintah
penyidikan (sprindik), Kejaksaan Agung belum menetapkan tersangka,
karena masih megembangkan perkara ini dan menemukan pihak yang harus
bertanggung jawab dan layak ditetapkan sebagai tersangka.
Kasus tersebut dilaporkan pihak Group Artha Graha karena Tomy Winata tidak suka dengan menteri perdagangan yang baru Thomas Lembong, karena PT. VSI adalah perusahaan miliknya.
No comments:
Post a Comment